LAPORAN PENDAHULUAN DAN
ASUHAN KEPERAWATAN
BENIGNA PROSTAT HYPERPLASI (BPH)
Disusun oleh:
Lutfy Nooraini
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
BPH merupakan penyakit degeneratif
yang lebih sering terjadi kepada orang dengan usia alebih lanjut. Pada usia
yang lanjut masalah yang mungkin muncul pada kasus BPH aklan lebih komplek
karena psikologis yang menurun, ketahanan tubuh yang menurun.
Setiap pasien yang masuk rumah sakit
pastilah mempunyai masalah, dan mereka berharap besar bahwa masalahnya akan
segera terselesaikan. Akan lebih baik apabila
kita tidak hanya berprioritas menyelesaikan maslaahnya saja tetapi juga menyiapkan pasien agar mampu mengatasai masalah setelah sepulang dari rumah sakit.
kita tidak hanya berprioritas menyelesaikan maslaahnya saja tetapi juga menyiapkan pasien agar mampu mengatasai masalah setelah sepulang dari rumah sakit.
Agar hal tersebut bisa dicapai maka
pasien BPH memerlukan perawatan yang komprehensif dan profesional. Agar pasien
merasa terlindungi dan terjada dari masalah yang muncul akibat penyakitnya.
2.
Tujuan
Tujuan dalam penulisan ini adalah :
a.
Mengetahui dan memehami tentang
penyakit BPH dan penatalaksanaannya.
b.
Mengetahui dan memahami masalah
keperawatan yang muncul pada kasus BPH
c.
Menerapkan asuhan keperawatan
kepada pasien dnegan BPH.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi)
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan
obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).
2.
Etiologi
Mulai ditemukan pada umur kira-kira
45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur,
sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap
ketidakseimbangan endokrin. Testosteron
dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh
kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.
3.
Faktor Predisposisi/Faktor Pencetus
Karena
etiologi yang
belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne
Prostat Hyperplasia antara lain :
a.
Hipotesis Dihidrotestosteron
(DHT)
b.
Peningkatan 5 alfa reduktase
dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostatmengalami hiperplasia.
c.
Ketidak seimbangan estrogen –
testoteron
d.
Dengan meningkatnya usia pada
pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan
estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
e.
Interaksi stroma - epitel
f.
Peningkatan epidermal gorwth
faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth faktor
beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
g.
Penurunan sel yang mati
h.
Estrogen yang meningkat
menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
i.
Teori stem cell
j.
Sel stem yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit.
4.
Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin
tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah menurun. Akibat penurunan
fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan
dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan/pembesaran prostat. Makrokospik
dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi hingga 200 gram
atau lebih. Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius,
tetapi tidak mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian
yang dikenal sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat
berkembangnya karsinoma (Moore).
Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai
celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan
suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra. Pada penampang,
tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik.
Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur
kelenjar, maka warnanya kung kemerahan,
berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak,
yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka
akan keluar caiaran seperti susu. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah,
maka tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti
halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran
mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang berproliferasi.
Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga terjadi
penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel torak
atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam
lumen. Membran basalis masih utuh. Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar
yang kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Dalam kelenjar sering
terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan corpora anylacea. Apabila
unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas
jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling
berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot
biasanya terdapat serbukan limfosit. Selain gambaran di atas
sering terdapat perubahan lain berupa :
a.
Metaplasia skwamosa epitel
kelenjar dekat uretra.
b.
Daerah infark yang biasanya
kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah
dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin dari kandung kemih.
Ada tiga cara
pengkuran besarnya hipertropi prostat :
a. Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang
menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli
kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm :
grade 0
1 - 2 cm :
grade 1
2 - 3 cm :
grade 2
3 - 4 cm : grade
3
> 4 cm :
grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak
teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari normal.
b. Clinical Grading, dalam hal
ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari setelah bangun pasien disuruh kencing
sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur
sisa urine.
Sisa urine 0 cc : normal
Sisa urine 0-50 cc : grade 1
Sisa urine 50-150 cc :
grade 2
Sisa urine > 150 cc :
grade 3
Tidak bisa kencing : grade 4
c. Intra Uretral Grading, dengan
alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.
Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun,
mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :
Gejala makin berat
Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila
overflow inkontinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis
berat. Pasien menggigil, panas 40-41° celsius,
kesadaran menurun.
5.
Tanda dan gejala
Walaupun hyperplasi prostat selalu
terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai gejala-gejala klinik.
Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
a.
Penyempitan uretra yang
menyebabkan kesulitan berkemih.
b.
Retensi air kemih dalam kandung
kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis.
Gejala klinik dapat berupa :
a.
Frekuensi berkemih bertambah
b.
Berkemih pada malam hari.
c.
Kesulitan dalam hal memulai dan
menghentikan berkemih.
d.
Air kemih masih tetap menetes
setelah selesai berkemih.
e.
Rasa nyeri pada waktu berkemih.
Kadang-kadang tanpa sebab yang
diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus
dikeluarkan dengan kateter. Selain gejala-gejala di atas
oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka mudah sekali
terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis,
pyelonefritis.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh
Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma
Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
a.
Gejala Obstruktif yaitu :
1.
Hesitansi yaitu memulai kencing
yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena
otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2.
Intermitency yaitu
terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3.
Terminal dribling yaitu
menetesnya urine pada akhir kencing.
4.
Pancaran lemah : kelemahan
kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di uretra.
5.
Rasa tidak puas setelah
berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
b.
Gejala Iritasi yaitu :
1.
Urgency yaitu perasaan ingin
buang air kecil yang sulit ditahan.
2.
Frekuensi yaitu penderita miksi
lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada
siang hari.
3.
Disuria yaitu nyeri pada waktu
kencing.
6.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a.
Menentukan volume Benigne
Prostat Hyperplasia
b.
Menentukan derajat disfungsi
buli-buli dan volume residual urine
c.
Mencari ada tidaknya kelainan
baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak
Beberapa Pemeriksaan
Radiologi
a.
Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran
trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi :
disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi
prostat, hockey stick ureter
b.
BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c.
Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk
melihat ada tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d.
USG : Untuk menentukan volume urine, volume
residual urine dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas
Pemeriksaan Endoskopi.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien
dengan obstruksi leher buli-buli
Q max : > 15
ml/detik ® non obstruksi
10 - 15 ml/detik ® border line
< 10 ml/detik ® obstruktif
Pemeriksaan Laborat
a.
Urinalisis (test glukosa,
bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH dan
Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel
Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
b.
RFT ® evaluasi fungsi renal
c.
Serum Acid Phosphatase ® Prostat Malignancy
7.
Penatalaksanaan
A.
Non Pembedahan
1.
Memperkecil gejala obstruksi ® hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat.
2.
Menghindari minum banyak dalam
waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic mencegah oven distensi kandung
kemih akibat tonus otot detrussor menurun.
3.
Menghindari obat-obat penyebab
retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin, decongestan.
4.
Observasi Watchfull Waiting
Yaitu pengawasan berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien, Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan, Baseline data normal, Flowmetri non
obstruksi
5.
Terapi medikamentosa pada
Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat
Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit
serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum
“well motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan
Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a.
Fito Terapi
1.
Hypoxis rosperi (rumput)
2.
Serenoa repens (palem)
3.
Curcubita pepo (waluh )
b.
Pemberian obat Golongan
Supressor Androgen/anti androgen :
1.
Inhibitor 5 alfa reduktase
2.
Anti androgen
3.
Analog LHRH
c.
Pemberian obat Golongan Alfa
Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika : Prazosin, Alfulosin,
Doxazonsin, Terazosin
6.
Bila terjadi retensi urine
a.
Kateterisasi ® Intermiten
Indwelling
b.
Dilakukan pungsi blass
c.
Dilakukan cystostomy
7.
Prostetron (Trans Uretral
Microwave Thermoterapy/TUMT)
B.
Pembedahan
1.
Trans Uretral Reseksi Prostat : 90
- 95 %
2.
Open Prostatectomy : 5
- 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram) ® Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu Buli Buli Besar
(>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan
BPH
0 - 1 %
KAUSA :
Infark Miokatd
Septikemia dengan Syok
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien
: 66 – 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
ü Retensi urine akut
ü Retensi urine kronis
ü Residual urine lebih dari 100 ml
ü BPH dengan penyulit
v Hydroneprosis
v Terbentuknya Batu Buli
v Infeksi Saluran Kencing Berulang
v Hematuri berat/berulang
v Hernia/hemoroid
v Menurunnya Kualitas Hidup
v Retensio Urine
v Gangguan Fungsi Ginjal
ü Terapi medikamentosa tak berhasil
ü Sindroma prostatisme yang progresif
ü Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
v Flow. Max kurang dari 10 ml
v Kurve berbentuk datar
v Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi
·
IMA
·
CVA akut
Tujuan :
·
Mengurangi gejala yang disertai
dengan obstruksi leher buli-buli
·
Memperbaiki kualitas hidup
Trans Uretral Reseksi Prostat ® 90 - 95 %
Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
·
Lebih aman pada klien yang
mengalami resiko tinggi pembedahan
·
Tak perlu insisi pembedahan
·
Hospitalisasi dan penyebuhan
pendek
Kerugian :
·
Jaringan prostat dapat tumbuh
kembali
·
Kemungkinan trauma urethra ® strictura urethra.
Retropubic Atau Extravesical
Prostatectomy
® Prostat
terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih
Perianal Prostatectomy
ü Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
ü Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
ü Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
9.
Pengkajian
a
Sirkulasi :
Peningkatan tekanan darah (efek
lebih lanjut pada ginjal )
b
Eliminasi :
·
Penurunan kekuatan / kateter
berkemih.
·
Ketidakmampuan pengosongan
kandung kemih.
·
Nokturia, disuria, hematuria.
·
Duduk dalam mengosongkan
kandung kemih.
·
Kekambuhan UTI, riwayat batu
(urinary stasis).
·
Konstipasi (penonjolan prostat
ke rektum)
·
Masa abdomen bagian bawah,
hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan tekanan abdomen pada saat
pengosongan kandung kemih)
c
Makanan / cairan:
·
Anoreksia, nausea, vomiting.
·
Kehilangan BB mendadak.
d
Nyeri / nyaman :
·
Suprapubis, panggul, nyeri
belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada prostatitis akut).
e
Rasa nyaman : demam
f
Seksualitas :
·
Perhatikan pada efek dari
kondisinya/tetapi kemampuan seksual.
·
Takut beser kencing selama
kegiatan intim.
·
Penurunan kontraksi ejakulasi.
·
Pembesaran prostat.
g
Pengetahuan / pendidikan :
·
Riwayat adanya kanker dalam
keluarga, hipertensi, penyakit gula.
·
Penggunaan obat antihipertensi
atau antidepresan, antibiotika / antibakterial untuk saluran kencing, obat
alergi.
PRE OPERATIF CARE
Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi
miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan informasi yang akurat pada klien
·
Type pembedahan
·
Jenis anesthesi ® TUR – P, general / spina anesthesi
·
Cateter : folly cateter,
Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan orerasi lainnya yaitu :
·
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL,
UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
·
Pemeriksaan EKG
·
Pemeriksaan Radiologi : BOF,
IVP, USG, APG.
·
Pemeriksaan Uroflowmetri ® Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
·
Pemasangan infus dan puasa
·
Pencukuran rambut pubis dan
lavemen.
·
Pemberian Anti Biotik
·
Surat Persetujuan Operasi
(Informed Concern).
POST OPERATIF CARE
Post operatif care pada dasarnya sama
seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan
kesadaran pasien :
1.
Airway : Bebaskan jalan
fafas
Posisi kepala ekstensi
Breathing : Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Observasi pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu
tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada fase awal (6jam) paska
operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam
sekali
Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine
merah pekat harus waspada terjadinya perdarahan ® segera cek Hb dan lapor dokter.
Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar
natrium menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR ® segera lapor dokter.
Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari
penyebabnya apakah kateter buntu oleh bekuan darah ® terjadi retensi urine dalam buli-buli ® lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine
yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya
maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan
sampai urine jernih.
Bila perlu Analisa Gas Darah
Apakah terjadi kepucatan, kebiruan.
Cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.
2.
Pemberian Anti Biotika
ü Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum
operasi steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam
sebelum operasi.
ü Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter
dari hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula
diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan
antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.
3.
Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat
yaitu folley kateter 3 lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1.
Untuk mengisibalon, antara 30 –
40 ml cairan
2.
Untuk melakukan irigasi/spoling
3.
Untuk keluarnya cairan (urine
dan cairan spoling).
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi
biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan
berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih
diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan
fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak
terjadi penekanan pada uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah
untuk mencegah perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam
buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari
terjadi stenosis leher buli-buli karena mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
1.
Agar jalannya cairan dalam
kateter tetap lancar.
2.
Mencegah pembuntuan karena
bekuan darah menyumbat kateter
3.
Cairan yang digunakan spoling H2O
/ PZ
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila
urine merah spoling dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi
duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa
spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter
dilepas maka harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa
berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah
kateter dilepas :
1.
Terbentuknya bekuan darah
2.
Pengerokan prostat kurang
bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
10. Diagnosa Keperawatan
a
Pre operasi
1.
Retensi urin
2.
Nyeri kronis
3.
Cemas
b
Post operasi
1.
Nyeri akut
2.
Kurang pengetahuan
3.
Risiko infeksi
11. Rencana Keperawatan
No
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Kerusakan
eliminasi urine urin
Definisi :
Pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna
Batasan
karakteristik :
-
Distensi kandung kemih
-
Sedikit, sering kencing atau
tidak adanya urin yang keluar
-
Urin jatuh menetes
-
Disuria
-
Inkontinentia overflow
-
Urin residual
-
Sensasi penuh dari kandung
kemih
Faktor yang
berhubungan :
-
Infeksi traktus urinarus
-
Obstruksi anatomik
-
Penyebab multiple
-
Kerusakan sensori motorik
|
NOC :
¨ Urinary continence
¨ Urinary elimination
Kriteria
Hasil :
1.
Pengeluaran urin dapat diprediksi
2.
Dapat secara sempurna dan teratur mengeluarkan urin dari kandung kemih;
mengukur volume residual urin < 150 – 200 ml atau 25 % dari total
kapasitas kandung kemih
3.
Mengoreksi atau menurunkan gejala obstruksi
4.
Klien bebas dari kerusakan saluran kemih bagian atas.
|
NIC :
Urinary Chateterization
-
Jelaskan prosedur dasn rasional dari intervensi
-
Sediakan peralartan kateterisasi
-
Pertahankan teknik aseptik yang ketat
-
Masukan secara langsung atau retensi kateter ke dalam bladder
-
Hubungkan kateter pada kantung drainase
-
Amankan kateter pada kulit
-
Pertaahankan sistem drainase tertutup
-
Monitor intake dan input.
Urinary
Retentiuon care
-
Monitor eliminasi urin
-
Monitor tanda dan gejala retensi urin
-
Ajarkan kepada klien tanda dan gejala retensi urin
-
Catat waktu setiap eliminasi urin
-
Anjurkan klien/keluarga untuk menmcatat outpout urin
-
Ambil spesimen urin
-
Ajarkan klien meminum 8 gelasa cairan sehari
-
Bantu klien dalam BAK rutin
Fluid management
·
Timbang
popok/pembalut jika diperlukan
·
Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
·
Monitor
status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
·
Monitor
vital sign
·
Monitor
masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
·
Lakukan
terapi IV
·
Monitor
status nutrisi
·
Berikan
cairan
·
Berikan
cairan IV pada suhu ruangan
·
Dorong
masukan oral
·
Berikan
penggantian nesogatrik sesuai output
·
Dorong
keluarga untuk membantu pasien makan
·
Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
·
Kolaborasi
dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
·
Atur
kemungkinan tranfusi
·
Persiapan
untuk tranfusi
|
2.
|
Nyeri Kronis
Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri
Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan
durasi lebih dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
-
Laporan secara verbal atau non verbal
-
Fakta dari observasi
-
Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
-
Gerakan melindungi
-
Tingkah laku berhati-hati
-
Muka topeng
-
Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
-
Terfokus pada diri sendiri
-
Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
-
Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
-
Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
-
Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
-
Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
-
Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis)
|
NOC :
v Pain Level,
v Pain control,
v Comfort level
Kriteria
Hasil :
1.
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
2.
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5.
Tanda vital dalam rentang
normal
|
NIC :
Pain Management
§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§ Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
§ Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
§ Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
§ Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
§ Kurangi faktor presipitasi nyeri
§ Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
§ Ajarkan tentang teknik non farmakologi
§ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
§ Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
§ Tingkatkan istirahat
§ Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
§ Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic
Administration
§ Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
§ Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
§ Cek riwayat alergi
§ Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
§ Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
§ Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
§ Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
§ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
§ Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
§ Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
|
3.
|
Nyeri akut b/d
cidera fisik akibat pembedahan
Definisi :
Sensori yang
tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi
Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan
karakteristik :
-
Laporan secara verbal atau
non verbal
-
Fakta dari observasi
-
Posisi antalgic untuk
menghindari nyeri
-
Gerakan melindungi
-
Tingkah laku berhati-hati
-
Muka topeng
-
Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-
Terfokus pada diri sendiri
-
Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang
dan lingkungan)
-
Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
-
Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
-
Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
-
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
-
Perubahan dalam nafsu makan
dan minum
Faktor yang
berhubungan :
Agen injuri
(biologi, kimia, fisik, psikologis)
|
NOC :
v Pain Level,
v Pain control,
v Comfort level
Kriteria
Hasil :
1.
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4.
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5.
Tanda vital dalam rentang normal
|
NIC :Pain Management
§ Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
§ Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
§ Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
§ Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
§ Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
§ Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
§ Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
§ Kurangi faktor presipitasi nyeri
§ Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
§ Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
§ Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
§ Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
§ Tingkatkan istirahat
§ Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
§ Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
§ Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
§ Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
§ Cek riwayat alergi
§ Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
§ Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
§ Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
§ Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
§ Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama kali
§ Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
§ Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
|
4.
|
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis,kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan
kognitif.
Definisi :
Tidak adanya
atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.
Batasan
karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti
instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang
berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang
salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
|
NOC :
v Kowlwdge : disease process
v Kowledge : health Behavior
Kriteria
Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
|
NIC :Teaching : disease Process
|
5.
|
Resiko Infeksi
b/d tindakan invasive Resiko Infeksi b/d tindakan invasive
Definisi :
Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Faktor-faktor
resiko :
-
Prosedur Infasif
-
Ketidakcukupan pengetahuan
untuk menghindari paparan patogen
-
Trauma
-
Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan
-
Ruptur membran amnion
-
Agen farmasi (imunosupresan)
-
Malnutrisi
-
Peningkatan paparan
lingkungan patogen
-
Imonusupresi
-
Ketidakadekuatan imum buatan
-
Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
-
Tidak adekuat pertahanan
tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia,
cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)
-
Penyakit kronik
|
NOC :
v Immune Status
v Knowledge : Infection control
v Risk control
Kriteria
Hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
3. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
|
NIC :Infection Control (Kontrol infeksi)
·
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
·
Pertahankan teknik isolasi
·
Batasi pengunjung bila perlu
·
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
·
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
·
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
·
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
·
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
·
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
·
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
·
Tingktkan intake nutrisi
·
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
·
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
·
Monitor hitung granulosit, WBC
·
Monitor kerentanan terhadap infeksi
·
Batasi pengunjung
·
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
·
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
·
Pertahankan teknik isolasi k/p
·
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
·
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
·
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
·
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
·
Dorong masukan cairan
·
Dorong istirahat
·
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
·
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
·
Ajarkan cara menghindari infeksi
·
Laporkan kecurigaan infeksi
·
Laporkan kultur positif
|
6.
|
Cemas b/d
perubahan status kesehatan (rencana tindakan operasi )
Definisi :
Perasaan
gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai
respon autonom (sumner tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu);
perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini
merupakan peringatan adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan
individu untuk mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan
Ditandai
dengan
-
Gelisah
-
Insomnia
-
Resah
-
Ketakutan
-
Sedih
-
Fokus pada diri
-
Kekhawatiran
-
Cemas
|
NOC :
v Anxiety control
v Coping
v Impulse control
Kriteria
Hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan
dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
|
NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
·
Gunakan pendekatan yang menenangkan
·
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
·
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
·
Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
·
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
·
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
·
Dorong keluarga untuk menemani anak
·
Lakukan back / neck rub
·
Dengarkan dengan penuh perhatian
·
Identifikasi tingkat kecemasan
·
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
·
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
·
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
·
Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Volume I (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.
Hardjowidjoto
S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga
University Press. Surabaya
Long,
Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume
I. (terjemahan).Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Guyton, Arthur C, Fisiologi
manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku kedokteran, Jakarta,
1987.
Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification,
Availabel on: www.Minurse.com, 28
Oktober 2009
McCloskey, Joanne C,.
Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). Mosby,
St. Louise.
NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and
Classification (2001-2002), Philadelphia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar