Hoaaammm. . .
Saat bangun tidur, pulang
kuliah, membaca buku, mendengarkan ceramah, menonton tv, mendengarkan lagu,
kagiatan menguap adalah reflek tubuh yang tak bisa kita pungkiri.
Dalam beberapa budaya, menguap
merupakan suatu sikap antisosial sehingga saat menguap orang-orang dari
kebudayaan tersebut akan menutup mulut mereka.
Menguap kadang dikaitkan
dengan stres, kebosanan, emosi , dan kelelahan.
Tapi apakah hanya itu
penyebab munguap?
Menguap merupakan refleks
pernafasan untuk menarik lebih banyak oksigen ke dalam aliran darah. Oleh karena
paru-paru Anda kurang mendapat oksigen. Dengan mengambil
nafas dalam-dalam di luar kemauan terjadi sebagai respon alami akibat
tertutupnya paru-paru oleh karbondioksida atau kekurangan oksigen.
Hal ini tidak biasanya
merupakan gejala pertama dari sesuatu yang serius, tapi menguap berlebihan
dalam beberapa kasus sebagai sinyal ada sesuatu yang salah pada tubuh. Pola
tidur yang kurang bisa jadi penyebabnya.
Menurut National Institutes of Health,
pada beberapa orang, menguap berlebihan bisa menjadi reaksi yang disebabkan
oleh saraf vagus yang dapat menunjukkan masalah jantung. Dalam kasus langka
lainnya, menguap juga bisa menandakan sejumlah masalah otak.
Ada banyak teori, tapi sedikit
bukti tentang mengapa seseorang menguap. Gerakan refleks ini dilakukan tidak
hanya karena lelah namun juga bisa jadi akibat kurangnya oksigen .
Ada sedikit penelitian untuk
mendukung salah satu dari sejumlah teori tentang mengapa seseorang menguap
seperti:
1. Cerminan
kurangnya oksigen
"Kita tidak hanya
melakukannya ketika kita lelah. Ini juga mungkin mencerminkan kekurangan
oksigen," ujar Profesor di Frances Payne Bolton Sekolah Keperawatan di
Case Western Reserve University dan Juru Bicara American Academy of Sleep
Medicine, Michael Decker, Ph.D.
Bagian bawah lobus paru-paru
biasanya tidak bekerja ketika seseorang istirahat. Hal ini tidak sama saat
berolahraga yang banyak menggunakan kapasitas paru-paru. Pernapasan yang
terjadi membantu menjaga paru-paru agar tetap sehat.
Dalam kasus pasien operasi,
beberapa pasien menurunkan fungsi paru-paru saat menderita pneumonia karena
pernapasan dangkal setelah anestesi. "Menguap akan seperti respons
homeostatis, tidak bernapas terlalu dalam," kata Decker.
2.
Menguap karena merasa bosan
Menurut sebuah studi tahun
1986, mahasiswa yang menguap lebih banyak ketika ditampilkan pola warna
dibandingkan yang menyaksikan video selama 30 menit.
3.
Menguap dinginkan otak
Sebuah studi yang dilakukan
oleh Andrew Gallup dan timnya dari Binghamton University menemukan bahwa tujuan
dari menguap adalah untuk mengontrol temperatur otak. Saat menguap, peregangan
di daerah rahang meningkatkan aliran darah di leher, wajah, dan kepala. Menarik
napas dalam ketika proses menguap membuat cairan di tulang belakang dan darah
dari otak mengalir ke bawah. Udara sejuk yang dihirup ketika menguap membantu
mendinginkan cairan ini. Proses ini berjalan seperti halnya radiator,
melepaskan darah yang terlalu panas dari otak lalu memasukkan darah yang
suhunya lebih rendah yang berasal dari paru-paru, kaki, dan tangan sehingga
mendinginkan permukaan otak.
Temuan ini juga menjelaskan
kenapa seseorang yang lelah dan ngantuk menguap lebih sering. Hal ini karena
kelelahan dan kurang tidur mengakibatkan kenaikan temperatur otak sehingga
tubuh kemudian secara refleks menguap berkali-kali untuk mendinginkan
temperatur otak
Orang lebih cenderung menguap
selama musim dingin. Menguap biasanya berlangsung sekitar enam detik. Selama
enam detik, denyut jantung meningkat secara signifikan. Sebuah studi 2012
meneliti tubuh seseorang, sebelum dan sesudah menguap dan menemukan bahwa
sejumlah perubahan fisiologis yang terjadi selama enam detik tidak direplikasi
ketika peserta penelitian hanya diminta untuk mengambil napas dalam-dalam.
Menguap juga dipercaya
merupakan aktivitas yang menular. Hanya dengan melihat seseorang menguap bisa
membuat kita menguap. Bahkan hanya dengan membaca artikel mengenai menguap bisa
membuat kamu menguap (coba dibuktikan sendiri-sendiri sebelum membaca habis
tulisan ini).
Faktanya menguap mudah sekali
menular - 55% orang-orang yang melihat seseorang menguap akan turut menguap
dalam waktu lima menit berikutnya.
Lalu mengapa terjadi ?
Sebuah kelompok di Finlandia
mencoba menelusuri jawabannya melalui sebuah studi. Studi tersebut menyatakan
bahwa ternyata di dalam otak kita terdapat sirkuit yang
menganalisis dan memerintah kita untuk mengikuti gerakan orang lain.
Sirkuit ini disebut sebagai "sistem neuron cermin" atau mirror-neuron system karena mengandung jenis khusus dari sel-sel otak atau neuron, yang menjadi aktif ketika pemiliknya melakukan sesuatu dan merasakan orang lain melakukan hal yang sama.
Cermin neuron menjadi aktif ketika seseorang meniru tindakan orang lain. Proses ini mirip dengan proses belajar.
Sirkuit ini disebut sebagai "sistem neuron cermin" atau mirror-neuron system karena mengandung jenis khusus dari sel-sel otak atau neuron, yang menjadi aktif ketika pemiliknya melakukan sesuatu dan merasakan orang lain melakukan hal yang sama.
Cermin neuron menjadi aktif ketika seseorang meniru tindakan orang lain. Proses ini mirip dengan proses belajar.
Namun belakangan, peran
sistem ini terhadap penularan proses menguap mulai diragukan. Beberapa peneliti
mengungkapkan bahwa sistem ini tidak tampak bekerja pada saat terjadinya menguap yang menular ini.
Ada yang menyebutkan
bahwa penularan tersebut diperantarai oleh bagian otak yang disebut sulkus
temporal superior, ada pula yang mengatakan karena penularan terjadi karena
deaktivasi periamigdala, suatu bagian di dalam otak. Namun seluruh teori ini
juga belum dapat dibuktikan kebenarannya.
Belakangan, sebuah studi
lain di tahun 2007 mengemukakan bahwa anak dengan gangguan autism tidak
mengalami peningkatan frekuensi menguap setelah melihat video orang-orang yang
menguap. Hasil ini berkebalikan dengan hasil anak lain yang normal. Dari studi
ini, mereka menyimpulkan bahwa penularan menguap disebabkan oleh empati.
Sementara itu, hasil
penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Cognitive Brain Research oleh
Steven Platek, PhD, psikolog dari State University of New York di Albania,
menyebutkan bahwa penularan menguap merupakan respons empatetik, sama halnya
seperti tertawa. Artinya, menguap menjadi cara dalam menunjukkan empati kita
terhadap perasaan orang lain.
"Menguap tidak hanya bisa dipicu setelah melihat orang lain menguap, tetapi juga mendengarkan, membaca, atau bahkan berpikir tentang menguap," kata Platek, yang memimpin penelitian tersebut.
"Menguap tidak hanya bisa dipicu setelah melihat orang lain menguap, tetapi juga mendengarkan, membaca, atau bahkan berpikir tentang menguap," kata Platek, yang memimpin penelitian tersebut.
Yang lebih menggelikan,
sebuah studi lain di Universitas di London menunjukkan bahwa menguap dapat
menular dari manusia ke anjing. Hasil studi tersebut telah dilakukan pada 29
anjing yang melakukan percobaan, saat itu seorang menguap di depan mereka,
ternyata ada 21 anjing yang ikut menguap juga. Hal ini tidak terjadi ketika
orang tersebut hanya membuka mulutnya, tidak menguap.
Tenyata bukan hanya virus
penyakit yang bisa menular, menguap pun bisa menularkan virusnya..
Bagaimana menarik kan
mempelajari Fakta Unik Tentang Menguap.?
Sekian fakta dari D’MbaSNyu,
dan ikuti terus fakta unik lainya.
Semoga bermanfaat dan dapat
menjadi referensi bagi temen-temen sekalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar