Sabtu, 06 September 2014

LP & ASKEP ILEUS OBSTRUKTIF




LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun oleh:

Lutfy Nooraini


KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Sang Kholik yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Kasus KMB 4, tanpa nikmat sehat yang diberikan oleh-Nya sekiranya penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga atas ijin Allah SWT penulis dan teman-teman semua akan mendapatkan syafaatnya nanti.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dan kerabat semua yang turut serta dalam penulisan makalah ini, baik dari segi ide, kreatifitas, dan usaha. Tanpa ada bantuan dari teman-teman semua, mungkin penulis akan mengalami hambatan dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat untuk perbaikan makalah agar menjadi lebih bermanfaat untuk kita semua.


Penulis,


LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF


1.      Pengertian
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus, dan makanan, dapat secara mekanis atau fungsional (Iin Inayah, 2004 : 202).
Ileus obstruktif terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi usus, bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan saraf untuk terjadinya peristaltik atau karena adanya blockage (Barbara C. Long, 1996 : 242).
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif adalah penyumbatan yang terjadi secara parsial atau komplit, mekanik atau fungsional, yang terjadi bisa diusus halus ataupun diusus besar, dapat mengakibatkan terhambatnya pasase cairan, flatus, dan makanan.

2.      Etiologi
Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002),Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone M.D (2004) dan Barbara C Long (1996) mengatakan bahwa penyebab dari ileus obstruktif adalah :
a.       Mekanis
1)      Adhesi, sebagai perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum viseral maupun antara peritoneum viseral dengan parietal
2)      Hernia, terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal.
3)      Karsinoma, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau tumor diluar usus mendesak dinding usus.
4)      Massa makanan yang tidak dicerna.
5)      Sekumpulan cacing
6)      Tinja yang keras.
7)      Volvulus, terplintir atau memutarnya usus.
8)      Intussusception, masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri.




3.      Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terenggang oleh cairan dan gas (70 % dari gas yang tertelan) akibat penekanan intralumen menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Sekitar 8 liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari, karena tidak adanya absorpsi mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan merupakan sumber utama kehilangan cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang ekstra sel yang mengakibatkan syok hipotensi. Pengaruh curah jantung, pengurangan perfusi jaringan dan asidosis metabolic. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrotik, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Kehilangan sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya potassium dari sel, mengakibatkan alkalosis hipovolemik.
Menurut Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002), akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi didaerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi cairan lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan darah lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya rupture atau perforasi. Muntah refluk dapat terjadi akibat distensi abdomen.














4.      Pathway

Adesi, hernia, karisnoma, massa, cacaing, tinja, volvulus


 


Akumulasi usus


 


obstruksi tidak                 flatus/ BAB


 


mengurangi obstruksi cairan








 


merangsang tekanan lumen usus








 


tekanan kapiler vena dan arteriola


 


   ruptur/ perforasi           


 


                            Laparatomy         general anestesi        tubuh tersedasi






 


                     luka insisi        port de entri             otot pernafasan
           
     Distensi abdomen                                                                                                     melemah
Resiko infeksi
 
                                                                    merangsang
                                                                    hipotalamus                                                        
Inefektif pola nafas
 
             Muntah                                              

                                                       Merangsang
                                                                   saraf perifer
      Kehilangagan ion
nyeri
 
      hydrogen dan kalium
                                        

       Klorida dan kalium
             dalam darah







Ketidak seimbangan volume cairan
 

 


Hilangnya cairan dan natrium             kehilangan cairan akut          


 


      Syok hipovolemik


5.      Manifestasi Klinis
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C Long (1996) menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah :
a.       Obstruksi Usus Halus
1)      Mual
2)      Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal.
3)      Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan menetap.
4)      Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi. Perforasi dengan cepat dapat menyebabkan perdangan  dan infeksi yang berat serta menyebabkan syok.
5)      Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.
6)      Abdominal distention
7)      Tidak adanya flatus
b.      Obstruksi Usus Besar
1)      Distensi berat
2)      Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
3)      Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet
4)      Muntah fekal laten
5)      Dehidrasi laten
6)      Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara penyumbatan sebagian menyebabkan diare.

Manifestasi Klinik Laparatomi:
1.      Nyeri tekan
2.      Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3.      Kelemahan
4.      Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5.      Konstipasi
6.      Mual dan muntah, anoreksia


6.      Komplikasi
a.       Ketidakseimbangan elektrolit, akibat dari lumen usus yang tersumbat, secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70 % gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan aliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Oleh karena itu sekitar delapan liter cairan diekskresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak ada absorpsi mengakibatkan penimbunan intra lumen dengan cepat. muntah dan penyedotan usus
b.      Asidosis metabolic
c.       Perforasi, akibat dari terlalu tingginya tekanan intra lumen.
d.      Syok, akibat dari kehilangan cairan yang berlebih kedalam lumen usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritoneum setelah terjadi perforasi.

7.      Penatalaksanaan
a.       Puasa
b.      Selang nasogastrik harus dipasang, untuk dekompresi usus, mengurangi muntah, dan mencegah aspirasi.
c.       Cairan parenteral dengan elektrolit, untuk perbaikan keadaan umum.
d.      Bedah(laparatomy), dilakukan apabila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan.
e.       Analgetik
f.       Therapy oksigen.


8.      Pengkajian
a.       Identitas
1)      Identitas klien
Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi, diagnosa medik.
2)      Identitas penanggung jawab
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
b.      Riwayat keperawatan
1)      Keluhan utama
Gangguan utama/terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh pertolongan.
2)      Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika dilakukan pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST. Pasien ileus obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini lebih konstan apalagi bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi, keluhan ini mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat tergantung beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun mengeluh nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila klien bergerak dan akan berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya berbaring lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5 (0-10).
3)      Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan ileus obstruktif mempunyai riwayat pernah dioperasi padabagian abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post laparatomi biasanya mempunyai riwayat penyakit pada system pencernaan.
4)      Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan mempunyai ileus obstruktif karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan pada keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai riwayat penyakit kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.
5)      Situasi Riwayat pekerjaan
tempat bekerja dan lingkungan.
6)      Riwayat geografi
Kondisi lingkungan tempat tinggal
7)      Riwayat social
Ada perubahan peran, pekerjaan, atau aktivitas, klien akan merasa tergantung dan membutuhkan bantuan orang lain.kesembuhan penyakit.
8)      Pola kebiasaan sehari-hari
Adanya kesulitan dalam melakukan aktivitas, adanya gangguan dalam nutrisi biasanya tidak mampu makan dan minum karena mual dan muntah, gangguan dalam tidur/istirahat, kesulitan BAB (konstipasi atau obstipasi), personal hygiene kurang terpenuhi.

c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum:
2) Sistem pernafasan (breath)
3) Sistem kardiovaskuler (blood)
4) Sistem pencernaan(bawel)
5) Sistem persyarafan (brain)
6) Sistem musculoskeletal (bone)
7) Sistem perkemihan (bladder)
8) Sosial
9) Spiritual
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut :
1)   Laboratorium : BUN, hematokrit, berat jenis urin meningkat, penurunan kadar serum natrium, klorida dan kalium, leukosit meningkat, terdapat penurunan sodium dan potassium.
2)   Enema barium membantu menentukan bila obstruksi didalam kolon.
3)   Pemeriksaan radiologis abdomen, foto rontgen bisa menunjukan lingkaran usus yang melebar, yang menunjukkan lokasi dari penyumbatan dan juga bisa menunjukkan adanya udara di sekitar usus di dalam perut yang merupakan tanda adanya perforasi.
4)   Skan CT, MRI (magnetic resonance imaging), atau ultrasound membantu memastikan diagnosis.
5)   Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila didalam kolon klien setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang
e.    Diagnosa keperawatan
        Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien ileus obstrutif menurut Judith M. Wilkinson (2005) dan Susan Martin Tucker, et al (1998) sebagai berikut :
a.    Inefektif pola napas berhubungan dengan nyeri akut, distensi
b.   abdomen.
c.    Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
d.   abnormal, kehilangan cairan abnormal, status puasa, mual dan
e.    muntah.
f.    Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen pembedahan.
g.   Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan
h.   nekrosis.

 Intervansi Keperawatan
         Intervansi keperawatan pada ileus obstruktif menurut Judith M.Wilkinson (2005) dan Susan Martin Tucker, et al (1998) :
a.    Inefektif pola napas berhubungan dengan nyeri akut, distensi abdomen.
Criteria hasil :
- Menunjukkan pernapasan yang dalam dan dangkal.
- Memiliki pola nafas dan frekuensi dalam batas normal
- Kepatenan jalan nafas adekuat
- Status tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1.      Fasilitasi kepatenan jalan nafas
2.       Kaji pucat dan sianosis
3.      Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
4.       Auskultasi suara nafas, ada/tidaknya bunyi nafas tambahan
5.       Posisikan pasien dengan semi fowler
6.       Suction sesuai kebutuhan
7.      Pantau terapi oksigen.
8.       Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.

Rasional:
1.      Kepatenan jalan nafas  mengindikasikan efektivitas respirasi.
2.       Hipoksia dapat diindikasikan dengan adanya pucat dan sianosis
3.       Hipoventilasi berhubungan dengan penekanan diafragma  menurunkan tekanan arterial oksigen secara parsial.
4.      Crackels mengindikasikan komplikasi sistem pernafasan.
5.       Posisi supine meningkatkan resiko obstruksi jalan nafas oleh lidah, bila dimiringkan maka pasien akan mengalami aspirasi. Semi fowler  adalah pilihan yang tepat untuk kenyamanan, pengembangan ekspansi paru yang optimal, menghindari aspirasi.
6.       Sekresi mempengaruhi efektifitas pola nafas sehingga diperlukan penghisapan untuk memberikan kebersihan jalan nafas.
7.      Menjaga status pernapasan klien agar tetap optimal, memberikan  terapi sesuai yang dibutuhkan klien. Terapi oksigen dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen.
8.      Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan mobilisasi serta mengeluarkan secret.

b.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah abnormal, kehilangan cairan abnormal, status NPO, mual.
Criteria hasil :
- Pasien menunjukan tanda vital stabil : sistolik tekanan darah 90 –
140 mmHg, diastolic 50 -90 mmHg, nadi = 60 -100/menit
- Urin output adekuat > 60 ml/jam
- Membrane mukosa baik, turgor kulit baik
- Menunjukan level elektrolit, BUN, hematokrit dan serum   osmolalitas dalam keadaan normal.
Intervensi:
1.      Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan perbandingkan. Ukur dan dokumentasikan output urine setiap 1-4jam. Laporkan sebagai berikut :
- Urine output lebih dari 200ml/jam selama 2 jam
- urine output kurang dari 30ml/jam selama 2 jam
2.      Monitor hasil laboratorium sesuai indikasi. Laporkan sebagai berikut :
- Osmolalitas urine, kurang dari 200mOsm/kg
- Osmolalitas serum, lebih dari 300 mOsm/kg
- Serum sodium, lebih dari 145 mEq/L
- Peningkatan level BUN dan hematokrit
3.      Monitor ECG dan tekanan hemodinamika secara periodic.
Perhatikan adanya :
- Adanya gelombang U, QT memanjang, depresi segmen ST, dan  gelombang T memendek.
- Tekanan hemodinamika kardiak output rendah
4.      Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan penambahan potassium klorida jika serum potassium rendah. Pantau akses IV , antisipasi peningkatan pemberian cairan jika hipertermia atau adanya infeksi.
5.       Pantau tanda-tanda vital dan observasi kesadaran serta gejala syok
6.       Pertahankan puasa, kaji tingkat hidrasi
7.      Pantau cairan perenteral dengan elektrolit, antibiotic, dan vitamin
8.       Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit jelek,kulit dan membrane mukosa kering, pucat. Kaji juga kehausan, khususnya pada lansia.
9.       Kaji dan laporkan adanya perubahan tingkat kesadaran, kelemahan otot dan koordinasi.
10.   Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
11.   Timbang berat badan setiap hari bila memungkinkan

Rasional
1.      Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan dapat menimbulkan kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan perbandingannya dapt mendeteksi kekurangan.
- urine output lebih dari 200ml/jam biasanya menunjukan diabetes insipidus. Pasien dengan peningkatan TIK. Diabetes insipidus dihasilkan dari kegagalan gland pituitary dalam mensekresi ADH karena kerusakan hipotalamus. Seperti gangguan karena neurosurgery, tapi hal itu juga dapat terjadi sebagai sekunder dari lesi vaskuler atau trauma kepala berat.
- Indikasi adanya deficit volume cairan
2.      Hasil laboratorium menambah keadaan objektif dari ketidakseimbangan. Penurunan osmolalitas urine berhubungan dengan diuresis, peningkatan serum osmolalitas, serum sodium dan hematokrit menunjukan hemokonsentrasi.
3.      Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya apabila terjadi kondisi yang fatal.
- Tanda ECG menunjukan penurunan responsibilitas stimulus sel kardiak, menghasilkan hipokalemia sekunder akibat pengeluaran potassium.
4.      Penurunan tekanan menunjukan hipovolemia dan penurunan kardiak output menunjukan preload insuffisiensi.Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk kehilangan cairan tubuh. Produk darah, koloid, atau albmin, dapat digunakan untuk peningkatan MAP. Monitor digunakan untuk mencegah overload volume cairan. Cairan dengan potassium harus dipantau dengan seksama karena potassium mengiritasi vena dan infus potassium yang cepat dapat menyebabkan hiperkalemia. Hipertermia dan infeksi terjadi akibat kehilangan cairan karena peningkatan metabolic, peningkatan keringat dan ekskresi cairan melalui pernafasan.
5.      Takikardi dan hipotensi dapat mengindikasikan syok hipovolemi. Perubahan ortostatik (tekanan darah menurun 10 mmhg atau lebih dan nadi meningkat 20 kali/menit atau lebih) mengindikasikan hipovolemik.
6.       Pemberian makanan dan minuman pada pasien dapat menyebabkan muntah lebih sering dan mengakibatkan alkalosis metabolic hipokalemia atau hiponatremia. Pemenuhan volume intravaskuler dan tambahan oksigen mengurangi efek kehilangan darah dalam jaringan hingga perdarahan terkontrol.
7.      Pengawasan akurat intake output menandakan keseimbangan pemberian sehingga tidak terjadi syok hipovolemik.
8.      Turgor kulit jelek, kulit dan membrane mukosa kering, peningkatan kehausan dapat mengindikasikan hipovolemia sehingga terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler.
9.      Confusion, stupor dapat menjadi indikasi hipovolemi dan ketidakseimbangan elektrolit. Penurunan kesadaran akibat hipoksia serebral karena hipovolemia. Kehilangan potassium dapat menyebabkan kelemahan otot.
10.   Pembedahan dapat dindikasikan bila obstruksi berkelanjutan. Persiapan pembedahan melingkupi pasien, peralatan, anastesi dan tenaga medis.
11.   Berat badan sangat menunjukkan perubahan yang signifika ketidakseimbangan cairan.

c.       Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen pembedahan.
Criteria hasil:
- Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi
(skala 0-10)
- Menunjukan rileks
- Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam
mencapai kenyamanan
- Melaporkan keadaan fisik dan piskis sudah membaik
- Penggunaan analgesik dan analgesik untuk menghilangkan nyeri

Intervensi
1.      Pemberian anlgesik sesuai indikasi
2.       Kaji skala nyeri atau ketidaknyamanan dengan skala 0 – 10.
3.      Ajarkan teknik manajemen nyeri : nafas dalam, guide imagery, relaksasi, visualisasi dan aktivitas terapeutik.
4.       Kaji secara komprehensif kondisi nyeri termasuk lokasi  karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kuantitas atau kualitas nyeri, dan faktor presipitasi/pencetus.
5.      Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
6.       Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat
7.       Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri  tawarkan koping adaptif.
8.       Pertahankan tirah baring dalam posisi yang nyaman, seperti semifowler.
9.       Kaji dan ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif  setiap 4 jam. Dorong ambulasi dini.
10.   Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit

Rasional
1.      Agen farmakologik untuk menurunkan/ menghilangkan nyeri Menurunkan laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
2.       Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial diagnosis nyeri. Standarisasi skala nyeri menunjang keakuratan.
3.       Manajemen pengalihan fokus perhatian nyeri. Pendidikan pada pasien untuk mengurangi nyeri, setiap orang memiliki perbedaan derajat nyeri yang dirasakan.
4.       Laporan pasien merupakan indikator terpercaya mengena eksistensi dan intensitas nyeri pada pasien dewasa. Baru atau peningkatan nyeri memerlukan medikal evaluasi segera.
5.      Respon verbal dapat menjadi indikasi adanya dan derajat nyeri yang dirasakan. Respon non verbal menampilkan kondisi nyeri.
6.      Partisipasi langsung dalam penanganan dan deteksi dini untuk pengelolaan nyeri secara segera setelah dilaporkan.
7.      Tindakan persiapan kondisi pasien sebelum prosedur dan membantu mpasien menetapkan koping sehubungan dengan kebutuhan penanganan stres akibat nyeri
8.       Membantu mengontrol nyeri dengan mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot, dengan posisi semifowler mengurangi tegangan  abdomen.
9.       Menurunkan kekakuan otot atau sendi. Ambulasi membalikkan organ keposisi normal dan meningkatkankembalinya fungsi ketingkat normal.
10.   Meningkatkan relaksasi, memfokuskan lagi perhtian, dan meningkatkan kemampuan koping.

d.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kemungkinan nekrosis.
Criteria hasil :
- Temperature tubuh normal
- Menunjukan tidak ada tanda-tanda infeksi.

Intervensi
1.      Awasi dan laporkan indikasi infeksi, yaitu : tanda-tanda vital,temperature tubuh, bising usus, suara nafas, karakter urin, adanya abses dalam distensi abdomen dan ikterus.
2.      Berikan antibiotic sesuai indikasi
3.       Sediakan kultur untuk dan testing sensitivitas sesuai indikasi, lakukan sebelum terapi antibiotic.
4.      Gunakan prosedur teknik septic dan aseptic selama proses Tindakan


Rasional
1.      Pengawasan ketat dibutuhkan karena infeksi tampak tidak  hanya pada peningkatan suhu dan wbc, tapi penggunaan medikasi immunosupresi dan kondisi kronik dapat terjadi infeksi.
2.      Tipe antibiotic spectrum luas seperti sulfasalazine (azulfidine) sesuai indikasi yang dibutuhkan.
3.       Kultur dan tes sensitivitas menjadi tidak akurat apabila setelah  pemberian antibiotic
4.      Pasien dengan ileus obstruktif kemungkinan terjadi inflamasi.













DAFTAR PUSTAKA

Inayah, iin. 2004 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. EGC. Jakarta.
Brunner and Suddart. 2002 . Buku Ajar Keperawatan . Edisi 3. EGC. Jakarta.
Doengoes , Mailyn . E . 2000. Rencana Asuhan Keperawata. Edisi 3 . EGC . Jakarta.
Harjono . M . 2001. Ilmu Bedah . Jakarta : Erlangga.
Corwin , Mutaqin .2003 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah . Jakarta : Salemba      Medica
Subiston,D.C.2001 .Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Wilkinson. Judith. M. 2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar