Sabtu, 06 September 2014

LP & ASKEP APENDISITIS



LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
APENDISITIS

Disusun oleh:

Lutfy Nooraini


KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Sang Kholik yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Kasus KMB 4, tanpa nikmat sehat yang diberikan oleh-Nya sekiranya penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga atas ijin Allah SWT penulis dan teman-teman semua akan mendapatkan syafaatnya nanti.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dan kerabat semua yang turut serta dalam penulisan makalah ini, baik dari segi ide,
kreatifitas, dan usaha. Tanpa ada bantuan dari teman-teman semua, mungkin penulis akan mengalami hambatan dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat untuk perbaikan makalah agar menjadi lebih bermanfaat untuk kita semua.


Penulis,
BABII
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Konsep Dasar Teori
1.      Anatomi fisiologi
Menurut Saifudin, 2006 sistem pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan memepersiapkanya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyah, pnelan, dan pencampur) dengan enzim dan zat cair yang terbentang dari mulut sampai anus.
Struktur pencernaan meliputi :
a.       Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
1)      Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi.
2)      Bagian rongga mulut bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisisnya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epiteium yang belapis-lapis, dibawahnya terletak kelenjar kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir syaraf sensori.
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir.Otot orbikularis oris menutupi bibir.Levator onguli oris mengangkat dan depressor onguli oris menekan ujung mulut.
Palatum terdiri dari 2 bagian  palathum terdiri dari 2 bagian yaaitu palatum durum (keras) dan palatum mole (lunak). Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan kiri dari tiang fauses terdapat disaluran lendir menembus ke tonsil.
Didalam mulut terdapat geligi, lidah dan kelenjar ludah.Gigi berfungsi sebagai memotong, memutuskan dan mengunyah makanan. Lidah berfungsi sebagai  mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan.
b.      Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan.Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit yang merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.
Tekak terditi dari 2 bagian, yakni:
1)      Bagian superior merupakan bagian yang sangat tinggi dari hidung,
2)      bagian media merupakan bagian yang sama tunggi dengan mulut dan bagian yang sama tinggi dengan lating.

Bagian superior disebut dengan nasofaring, pada nasofring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang  telinga. Bagian media disebut  orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar  lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

c.       Esophagus
Esophagus merupakan saluran yang  menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya kerang lebih 25cm, mulai dari faring sampai masuk pintu kardiak bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam ke luar: lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar, dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esofagus terletak  di belakang trakhea dan di depan tulang punggung, setelah melalui thoraks menembus diagfragma masuk de dalam abdomen sampai ke lambung.
d.       Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari pencernaan yang dapat mengembang paling banyak. Bagianlambung terdiri dari:
1)      Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak di sebelah kiri osteum kardium dan biasa penuh berisi gas.
2)      Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor.
3)      Antru pylorus, bagian lambung berbentuk otot ysng tebal membetuk sfingter pirolus.
4)      Kurfatura minor, terdapat disebelah kanan lambung, terbentang di ostium kardiak sampai pylorus.
5)      Kurvatura mayor, lebih panjang dari pada kurvatura minor, terbentang dari sisi kiri kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilous inferior.
6)      Osteum kardiak, merupakan tempat esophagus bagian abdomen masuk ke lambung.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan teragasang. Rangsangan kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormone yang disebut sekresi getah lambung.Getah lambungdihalangi oleh sitem syafar simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.
e.       Usus halus
Usus halus (intestinum minor) adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya kurang lebih 6m merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaaam dan absorb hasil pencernaan yang terjadi dari lapisan usus halus (lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa).
1)      Duodenum disebut juga usus 12 jari panjangnya kurang lebih 20cm, berbentuk sepatu kuda  melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum initerdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (ductus koledokus) dan saluran pancreas (ductus wirsungi).
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini di sebut kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
2)      Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar kurang lebih 6m. 2/5 bagian atas  adalah (jejunum) dengan panjang kerang lebih 23m dan ileum dengan panjang 4-5m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang di kenal sebagai mesenterium.
Fungsi usus halus meliputi:
a)      Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk dicerna melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b)      Menyerap potein dalam bentuk asam amino
c)      Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah khusus yang menyempurnakan makanan:
a)      Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
b)      Eripsin menyempurnakan pencernaan protein mejadi asam amino
(1)   Lactase mengubah lactase menjadi monosakarida
(2)   Maltose mengubah maltose menjadimonosakarida.
(3)   Sucrose mengubah suckrose menjadi monosakarida.
f.       Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya kurang lebih 1,5m, lebarnya 5-6cm. lapisan –lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan oto melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feses.
g.   Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermivormis yang berbentuk separti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6cm. seluruhnya di tutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesentoriun dan dapat diraba melalui dinding abdmen pada orang yang masih hidup.
h.      Kolon assenden
Panjangnya 13cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica, dilanjutkan sebagai kolon transfersum.
i.        Apendiks
Usus buntu bagian dari usus besar yang muncul seperti corong yang muncul dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung  menyilang pada linea terminals masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan heperaktif yang bisa menimbulkan dindingnya ke dalam rongga abadomen.


j.        Kolon transversum
Panjangnya kurang lebih 38cm, membujur dari kolon assenden sampai ke kolon dessendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura  lienalis.
k.      Kolon desendens
Panjangnya  kurang lebih 25cm, terletak dibawah abdomen sebelah kiri membujur dari atas  ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke dalam ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
l.        Kolon sismoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desenden , terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.
m.    Rectum
Rectum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis didepan os sacrum dan os koksigis.
n.      Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang meghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar) terletak di dasar pelvis dindinya diperkuat oleh 3 shingter:
1)      Shingter  ani internum (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
2)      Shingter levaktor ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
3)      Shingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak

2.      Konsep Dasar
a.       Pengertian
Apendisitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi (Andra Safery Wijaya, yessie Marisa Putri, 2013).
Apendisitis  adalah kondisi dimana infeksi dimana terjadi infeksi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparatomi dengan menyingkirkan umbai cacing yang terinfeksi.Bila tidak dirawat, angka kematian cukup tinggi karena peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007 dalamSugengJotowiyono dan Weni Kristinasari, 2010).
Apendisitis adalah perdangan pada apendiks vermivormis.  Dan merupakan bedah yang paling sering terjadi, jarang terjadi pada usuia dibawah 2 tahun, tetapi terjadi pada semua usia (Pierce A. Grace& Neil R. Borley,2006).

b.      Etiologi (Andra Safery Wijaya, yessie Marisa Putri, 2013).
1)      Ulserasi pada mukosa
2)      Obstrusi pada colon oleh fecalit
3)      Pemberian barium
4)      Berbagai macam penyakit cacing
5)      Tumor
6)      Striktur karena fibrosis.

c.       Klasifiasi apendiksits (Sugeng Jotowiyono dan Weni Kristinasari, 2010)
Klasifikasi apendisitis:
1)      Apendisitis akut, dibagi atas
a)      apendisitis fokalis / segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striker local
b)      apendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah
2)      apendisitis kronis, dibagi atas:
a)      apendisitis kronis frontalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striker local
b)      apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks miring biasanya terjadi  pada orang tua.

d.      Patofisiologi
Apenditis biasanya di sebabkan oleh penyumbantan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehinga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaphoresis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendiksitisus akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendiksitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan apendiksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendiksitis perforasi.
Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa  local yang diebut infiltrate apendikularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak amentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis, kaedaan tersebut ditambah daya tahan tubuh yang masih kurang menyebabkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena tlah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2003 dalam Andra Safery Wijaya & yessie Marisa Putri, 2013).

e.       Manifestasi klinis (Andra Safery Wijaya, yessie Marisa Putri, 2013).
Tanda awal : nyeri mulai epigastrum disertai mual muntah
1)      Nyeri  pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila dibawa berjalan atau batuk) dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lukal di titik Mc. Burney : nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
2)      Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung:
a)      Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (rovsing sign)
b)   Nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri dilepas
c)   Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, betuk, mengedan.
3)      Nafsu makan menurun.
4)      Demam yang tidak terlalu tinggi.
5)      Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.

f.       Pemeriksaan penunjang (Pierce A. Grace& Neil R. Borley,2006).
1)      Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih ( hampir selalu leukositis ) dan CPR ( biasanya meningkat ) sangat membantu.
2)      Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainya.
3)      Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
4)      CT scan pada pasien yang lanjut sia dimana penyebab lain masih mungkin.

g.      Penatalaksanaan (Andra Safery Wijaya, Yessie Marisa Putri, 2013).
1)      Sebelum operasi
a)      Observasi
Dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda gejala apendiksitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien  dimnta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai bila dicurigai adanya apendiksitis atau peritonitis lainya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah diulang secara periodik, foto abdomen dan thorak tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyukit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.


b)      Antibiotic
Apendiksitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan antibiotic, kecuali apendiksitis ganggrenosa atau apendiksitis perporasi.Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perporasi.
2)      Operasi
a)      Apendiktomi
b)      Apendiks di buang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c)      Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3)      Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila pasien sudah, sehingga aspirasi cairan lambung dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari paska operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2x 30 menit. Hari kedua dapat dienjurkan untuk duduk diluar kamar.Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

h.      Komplikasi (Pierce A. Grace& Neil R. Borley,2006)
1)      Infeksi
2)      Abses intraabdomen
3)      Perlekatan
4)      Piemie porta
.
B.     Fokus Pengkajian
1.      Identitas (felyana, 2009).
a.       Identitas klien post appendiktomi yang menjadi dasar pengkajian meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal operasi dan tanggal pengkajian.
b.      Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan sumber biaya.

2.      Lingkup Masalah Keperawatan
Berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien post appendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan aktivitas

3.      Riwayat Penyakit
a.       Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and quantity, region and radiasi, severity scale dan timing). Klien yang telah menjalani operasi appendiktomi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri digambarkan dengan (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area operasi dapat pula menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat mngganggu aktivitas sesuai rentang toleransi masing –masing klien.
b.      Riwayat Kesehatan Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.
c.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.

4.      Riwayat Psikologis
Secara umum klien dengan post appendicitis tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri.

5.      Riwayat Sosial
Klien dengan post appendiktomi tidak mengalami gangguan dalam hubungan social dengan orang lain, akan tetapi tetap harus dibandingkan hubungan social klien antara sebelum dan setelah menjalani operasi.


6.      Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.
7.      Kebiasaan Sehari –hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan appendiks pada umumnya mengalami kesulitan dalam beraktvitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku), karena adaanya toleransi aktivitas yang mengalami gangguan.
Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat mengalami penurunan haluaran urine karena adanya pembatasan masukan oral. Haluaran urine akan berangsur normal setelah peningkatan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu ataupu tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.

8.      Pola fungsi kesehatan (Santi, 2012).
a.       Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi penyembuhan luka.
b.      Pola tidur dan istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat menggganggu kenyamanan pola tidur klien.
c.       Pola aktivitas
Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus badrest berapa waktu lama setelah pembedahan
d.      Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.Penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
e.       Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, peran serta pendengaran, kemampuan, berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
f.       Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
g.      Pola tata nilai dan kepercayaanrn
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit


9.      Pemeriksaan Fisik (felyana, 2009).
Pemeriksaan fisik ini mencakup :
a.       Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi appendiks.
b.      Sistem Pernapasan
Klien post appendiktomi akan mengalai penurunan atau peningkatan frekuensi napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.
c.       Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stres dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjunctiva, adanya sianosis dan, auskultasi bunyi jantung.
d.      Sistem Pencernaan
Saat di inspeksi akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi dan juga nyeri pada luka operasi. Pada saat auskultasi terjadi penurunan bising usus. Klien post appendiktomi biasanya mengeluh konstipasi pada awitan awal post operasi dan mual muntah.
e.       Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal post appendiktomi. Output urine akan berangsur normal seiring dengan peningkatan intake oral.
f.       Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi dan kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas.
g.      Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral.
h.      Sistem Persarafan
Umumnya klien dengan post appendiktomi tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan refleks.
i.        Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
j.        Sistem Endokrin
Umumnya klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endrokin. Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid dan lain–lain)
 

C.    Masalah keperawatan
1.      Nyeri akut
a.       Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba – tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
b.      Batasan karakteristik
1)      Perubahan selera makan
2)      Perubahan tekanan darah
3)      Perubahan frekuensi jantung
4)      Perubahan frekuensi pernapasan
5)      Laporan isyarat
6)      Perilaku distraksi (mis., berjalan mondar mandir, mencari orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
7)      Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah)
8)      Masker wajah (meringis)
9)      Perilaku berjaga – jaga / melindungi area nyeri
10)  Fokus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
11)  Indikasi nyeri yang dapat diamati
12)  Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
13)  Sikap tubuh melindungi
14)  Fokus pada diri sendiri
15)  Gangguan tidur
16)  Melaporkan nyeri secara verbal
c.       Faktor yang berhubungan
Agens cedera fisik

2.      Hambatan mobilitas fisik
a.       Definisi
Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebuh ekstreitas secara mandiri dan terarah
b.      Batasan karakteristik
1)      Penurunan waktu reaksi
2)      Kesulitan membolak – balik posisi
3)      Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada aktivitas sebelum sakit)
4)      Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan mototik kasar
5)      Pergerakan lambat
c.       Faktor yang berhubungan
Nyeri

3.      Kerusakan integritas jaringan
a.       Definisi
Kerusakan jaringan membran mukosa, kornea, integumen, atau subkutan
b.      Batasan karakteristik
Kerusakan jaringan integumen
c.       Faktor yang berhubungan
Faktor mekanik (koyakan / robekan)




D.    Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri akut
NOC (Nursing Outcomes Classification) menurut Moorhead S, dkk (2013) hasil yang disarankan:
a.       Pain Control (Kontrol Nyeri) - 1605
Domain                 : Pengetahuan dan perilaku kesehatan
Kelas                     : Perilaku kesehatan
Skala                     : Tidak pernah dilakukan sampai terus menerus
dilakukan
    
Definisi: Tindakan seseorang untuk mengontrol nyeri
No
Indikator
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang-kadang dilakukan
Sering dilakukan
Terus menerus dilakukan
1.
Mengenal
penyebab nyeri
1
2
3
4
5
2.
Mengenal onset nyeri
1
2
3
4
5
3.
Tindakan pencegahan
1
2
3
4
5
4.
Tindakan pertolongan non-analgetik
1
2
3
4
5
5.
Menggunakan analgetik dengan tepat
1
2
3
4
5
6.
Mengenal tanda-tanda pencetusnyeriuntukmencaripertolongan
1
2
3
4
5
7.
Mengenal gejala nyeri
1
2
3
4
5
8.
Melaporkan kontrol nyeri
1
2
3
4
5


b.      Pain Level (Tingkat Nyeri) - 2102
Domain                 : Kesehatan yang dirasakan
Kelas                     : Status gejala
Skala                     : Berat sampai ringan
Definisi: Gambaran nyeri atau nyeri yang ditunjukkan
No
Indikator
Parah
1
Besar
2
Sedang
3
Ringan
4
Tidak ada
5
1.
Melaporkan nyeri
1
2
3
4
5
2.
Lamanya episode nyeri
1
2
3
4
5







3.
Merintih dan menangis
1
2
3
4
5
5.
Ekspresi wajah saat nyeri
1
2
3
4
5
6.
Kegelisahan
1
2
3
4
5







7.
Fokus menyempit
1
2
3
4
5
8.
Ketegangan otot
1
2
3
4
5
No
Indikator
Penyi mpangan parah dari batas normal
Penyimpangan besar dari batas normal
Penyimpangan sedangdari batas normal
Penyimpangan ringan dari batas normal
Tidak ada penyimpangan dari batas normal
1.
Tingkat pernapasan
1
2
3
4
5
2.
Denyut nadi radial
1
2
3
4
5
3.
Tekanan darah
1
2
3
4
5








c.       Comfort Status : Envoirment(status kesehatan lingkungan) - 2009
Domain                 : Kesehatan yang dirasakan
Kelas                     : KualitasHidupdankesehatan
Skala                     : Berat sampai ringan
Definisi: kemudahanlingkungan, kenyamanan,dan keamanansekitarnya
No
Indikator
Sangatterganggu
1
terganggu
2
Cukupterganggu
3
Sedikitterganggu
4
Tidak terganggu
5
1
Temperaturruangan
1
2
3
4
5
2
Lingkungan yang nyamanuntukistirahat
1
2
3
4
5
3
Lingkungan yang tenang
1
2
3
4
5
4
Kebersihanlingkungan
1
2
3
4
5
5
Tersedianyatempatbagipengunjung
1
2
3
4
5
6
Tempattidur yang nyaman
1
2
3
4
5
7
Dapatberadaptasiterhadaplingkungan
1
2
3
4
5

NIC (Nursing Interventions Classification) menurut Bulecheck G, dkk (2013) adalah sebagai berikut:
a.       Pain Management (Manajemen Nyeri)
Definisi: Teknik mengurangi nyeri sampai tingkat nyaman yang dapat diterima oleh klien.
Aktivitas:
1)      Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
2)      Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3)      Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
4)      Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
5)      Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
6)      Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
7)      Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi(contoh: relaksasi, distraksi)
8)      Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
9)      Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
10)  Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri.

b.      Enviromental Management: Comfort (Manajemen Lingkungan: Kenyamanan)
Definisi: Tindakan manipulasi lingkungan klien untuk mengoptimalkan kenyamanan.
Aktivitas:
1)      Batasi pengunjung
2)      Hindari mengganggu yang tidak dibutuhkan dan sediakan waktu istirahat
3)      Tentukan sumber ketidaknyamanan, seperti baju yang lembab, baju yang ketat, linen tempat tidur yang kerut, dan iritan lingkungan
4)      Siapkan ruangan bersih dan tempat tidur yang nyaman
5)      Hindarkan paparan yang tidak perlu, banyak angin, terlalu panas, dan dingin
6)      Kontrol dan cegah suasana yang terlalu ramai, jika memungkinkan
7)      Posisikan pasien untuk memperoleh kenyamanan (menggunakan prinsip body alignment atau garis tubuh, dukung dengan bantal, lindungi sendi selama pergerakan, dan immobilisasikan bagian tubuh yang nyeri)
8)      Monitor kulit, terutama area tubuh yang mengalami penekanan, sebagai tanda penekanan atau iritasi

2.      Hambatan mobilitas fisik
NOC (Nursing Outcomes Classification) menurut Moorhead S, dkk (2013) hasil yang disarankan:
a.      Self care: Activites of daily living (ADL) (perawatan diri: kegiatanhidup sehari-hari) - 0300
Domain     : Kesehatan fungsional
Kelas                     : Perawatan diri
Skala                     : Terganggu sampai tidak teganggu
Definisi: kemampuan untuk melakukantugas-tugasfisik yang palingdasar dan kegiatanperawatan pribadimandiri denganatau tanpabantuan
No
Indikator
Sangatterganggu
1
terganggu
2
Cukupterganggu
3
Sedikitterganggu
4
Tidak terganggu
5
1
Makan
1
2
3
4
5
2
Berpakaian
1
2
3
4
5
3
Toilet
1
2
3
4
5
4
Mandi
1
2
3
4
5
5
Berdandan
1
2
3
4
5
6
Kebersihan mulut
1
2
3
4
5

NIC (Nursing Interventions Classification) menurut Bulecheck G, dkk (2013) adalah sebagai berikut:
a.      Self care assistance (membantu perawatan diri)
                                    1)      Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri
                                    2)      Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan
                                    3)      Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care
                                    4)      Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki
                                    5)      Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukanya
                                    6)      Ajarkan klien/keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukanya
                                    7)      Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai dengan kemampuannya
                                    8)      Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

3.      Kerusakan integritas jaringan
NOC (Nursing Outcomes Classification) menurut Moorhead S, dkk (2013) hasil yang disarankan:
a.       Tissue integrity : skin & mucous membranes (Integritasjaringan: kulit&selaput lendir) – 1101
Domain                 : Kesehatan fisik
Kelas                     : Integritas jaringan
Skala                     : Terganggu sampai tidak terganggu, berat sampaiTidak ada
Definisi: keutuhanstruktur danfisiologis normal, fungsi kulitdanmembran mukosa
No
Indikator
Sangatterganggu
1
terganggu
2
Cukupterganggu
3
Sedikitterganggu
4
Tidak terganggu
5
1.
Temperaturkulit
1
2
3
4
5
2.
Sensasi
1
2
3
4
5
3.
Elastisitas
1
2
3
4
5
4.
Pigmentasi abnormal
1
2
3
4
5
5.
Bekas luka
1
2
3
4
5
6.
Eritema
1
2
3
4
5
7.
Pucat
1
2
3
4
5
8.
Nekrosis
1
2
3
4
5


b.      Wound healing : primary intetntion (penyembuhan luka: tujuan utama) – 1102
Domain                 : Kesehatan fisik
Kelas                     : Integritas jaringan
Skala                     : tidak ada sampai banyak, banyak sampai tidak ada
Definisi:perpanjanganregenerasisel dan jaringansetelah penutupandisengaja
No
Indikator
Tidak ada
1
Terbatas
2
Sedang
3
Banyak
4
Sangat banyak
5
1.
Penyatuan
Kulit
1
2
3
4
5
2.
Penyatuan 
Tepi luka
1
2
3
4
5
No
Indikator
Sangat banyak
1
Banyak
2
Sedang
3
Terbatas
4
Tidak ada
2
1.
Bernanah
1
2
3
4
5
2.
Berdarah
1
2
3
4
5
3.
memar
1
2
3
4
5
4.
edema
1
2
3
4
5
5.
Peningkatan temperatur
1
2
3
4
5

NIC (Nursing Interventions Classification) menurut Bulecheck G, dkk (2013) adalah sebagai berikut:
a.      Wound care (Perawatan luka)
Definisi: pencegahan komplikasi luka dan promosi penyembuhan luka
Aktivitas:
1)      Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2)      Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
3)      Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
4)      Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
5)      Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
6)      Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
7)      Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
8)      Cegah kontaminasi feses dan urin
9)      Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril

Tidak ada komentar:

Posting Komentar